Polda Metro Jaya Jumpa Pers Kasus Kematian Diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan (Foto: Merdeka.com/Nur Habibie)
Jakarta – Hasil penyelidikan kasus kematian diplomat muda Kemlu, Arya Daru Pangayunan (ADP), di kamar kostnya di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, telah terungkap oleh polisi. Selain analisis barang bukti, hasil uji forensik dari Puslabfor Bareskrim Polri dan dokter dari RSCM menghasilkan sederet fakta.
Satu temuan yang mengenai penyebab kematian Arya Daru adalah bahwa, berdasarkan bukti yang ada, tidak ada pembunuhan yang terlibat dalam kematian Arya Daru.
“Dari hasil pemeriksaan, disimpulkan bahwa indikator kematian ADP mengarah pada indikasi meninggal tanpa keterlibatan orang diri,” kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Wira Satya Triputra dalam konferensi pers, Selasa (29/7/2025).
Polisi juga belum menemukan unsur pidana dari kasus kematian ADP. “Kami menyimpulkan hasil penyelidikan yang kami lakukan bahwa kami simpulkan belum menemukan adanya peristiwa pidana,” ucapnya.
Selain itu, temuan penyelidikan digital forensik pada laptop dan telepon genggam milik korban mengungkapkan tidak ada ancaman terhadap korban untuk bunuh diri.
“Intinya bahwa yang terpenting dari hasil penelitian ini belum ditemukan adanya informasi atau dokumen elektronik yang berisi muatan atau ancaman fisik maupun psikis atau ancaman kekerasan terhadap korban,” jelasnya.
Dari laptop dan telepon genggam milik korban, Polisi hanya menemukan rekam pencarian mengenai penyakit. “Ditemukan adanya history pencarian beberapa penyakit yang dialami korban,” ucapnya.
Gangguan Kesehatan Mental
Hasil lain dikonfirmasi oleh Nathanael E. J. Sumampouw, Ketua Umum Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor). Arya Daru sempat mendapatkan perawatan kesehatan mental online sebelum dia meninggal. Itu dilakukan pada tahun 2021.
“Kami menemukan bahwa pada almarhum ada upaya di mana almarhum berusaha mengakses layanan kesehatan mental secara daring. Terakhir kali dari data-data yang dihimpun, kami melihat sekitar tahun 2021. Awalnya dari data yang dihimpun di tahun 2013,” jelas Nathanael.
Arya Daru memiliki karakter positif seperti pekerja keras, suportif, bertanggung jawab, dan peduli terhadap lingkungannya. Namun, Arya Daru kesulitan mengekspresikan emosi negatif, terutama dalam situasi tekanan yang tinggi.
“Tekanan tersebut dihayati secara mendalam sehingga mempengaruhi bagaimana almarhum memandang dirinya, memandang lingkungan, dan memandang masa depan,” sambung Nathanael.
Dia mengatakan bahwa Arya Daru selalu berusaha menginternalisasi emosinya dan berusaha untuk tidak menunjukkannya kepada orang lain di tengah beban tanggung jawabnya sebagai pekerja kemanusiaan.
Hasil kondisi Arya Daru diteliti oleh tim khusus yang terdiri dari tujuh psikolog yang sangat mahir dalam pemeriksaan forensik, terutama dengan metode autopsi psikologis.
“Autopsi psikologis adalah proses evaluasi terhadap individu yang telah meninggal untuk memahami dinamika psikososial yang mungkin berkontribusi pada kematiannya,” ujar Nathanael.
Penyebab Kematian dan Temuan Luka
Polisi mengungkap penyebab kematian diplomat Arya Daru. Dari hasil autopsi, Arya Daru meninggal karena gangguan pertukaran saluran oksigen yang menyebabkan mati lemas.
“Sebab mati karena gangguan pertukaran oksigen pada saluran napas atas yang menyebabkan mati lemas,” ujar dokter RSCM Yoga Tohijiwa.
Temuan gangguan pernafasan itu didapat berdasarkan hasil uji toksikologi dan histopatologi forensik. “Seluruh organ kita ambil sampel jaringannya untuk dilakukan pemeriksaan toksikologi dan histopatologi forensik,” tambah dia.
Hasil autopsi tubuh Arya Daru Pangayunan (39) diumumkan oleh tim forensik RSCM. Sebelum ditemukan tewas, Dokter RSCM Yoga Tohijiwa membeberkan sejumlah luka dan memar pada tubuh jenazah ADP. Pada leher dan pipi korban terdapat luka di wajahnya.
“Ditemukan adanya luka terbuka dangkal dengan tepi tidak rata pada bibir bawah bagian dalam, selanjutnya luka-luka lecet pada pipi kanan dan leher yang terdiri dari satu buah luka lecet di pipi kanan, dan ada lima buah luka lecet di bagian leher,” kata Yoga.
Yoga melanjutkan, tim menemukan bibir, lengan, dan kelopak mata korban memar. Untuk mengetahui apakah luka-luka di bagian luar tubuh korban mempengaruhi organ-organ di dalam leher, tim menggunakan teknik khusus leher.
“Selanjutnya kami temukan pula adanya memar pada kelopak mata atas kiri, ada memar pada bibir bawah bagian dalam, lengan atas kanan dan juga lengan bawah kanan dengan masing-masing 1 buah memar pada kelopak mata kiri, 1 buah memar pada bibir Bawah bagian dalam, ada dua buah memar pada lengan atas kanan, dan dua buah memar pada lengan bawah kanan,” ujar Yoga.
Tim, kata Yoga, menemukan pendarahan dan pelebaran pembuluh darah di paru-paru korban, tetapi tidak ada resapan darah di otot leher dan batang tenggorok.
“Kami temukan pada organ dalam itu pada paru-paru ditemukan adanya sembab paru atau pembengkakan pada paru serta seluruh organ-organ dalam itu kami temukan pelebaran pembuluh darah dan juga bintik-bintik pendarahan,” papar dia.
Dengan pemeriksaan tersebut, Yoga dan tim menyimpulkan temuan luka dan memar pada wajah dan organ gerak korban terjadi akibat kekerasan tumpul. Selain itu, Yoga menyebut, tim tidak menemukan adanya penyakit pada organ dalam Diplomat Kemlu Arya Daru sebelum tewas.
“Dapat kami simpulkan dari pemeriksaan forensik, pada pemeriksaan terhadap mayat laki-laki berusia 39 tahun dan bergolongan darah O ini, ditemukan luka terbuka dangkal pada bibir bagian dalam, luka lecet pada wajah dan leher serta memar-memar pada wajah, bibir bagian dalam, dan anggota gerak atas kanan akibat kekerasan tumpul,” kata Yoga.
Riwayat Sakit dan Kandungan Obat
Hasil pemeriksaan kimiawi yang dilakukan terhadap tubuh korban tidak menemukan racun berbahaya, narkoba, alkohol, atau zat berbahaya lainnya. Namun, pada tubuh ADP ditemukan obat flu yang dijual di pasaran.
“Kesimpulannya, pemeriksaan menunjukkan seluruh sampel organ dan cairan tubuh tidak terdeteksi senyawa toksik umum seperti pestisida, sianida, arsenik, alkohol maupun narkoba,” kata ahli toksikologi dari Puslabfor Polri, AKP Ade Laksono saat konferensi pers, Selasa (29/7/2025).
“Namun ditemukan kandungan paracetamol dan Klorfeniramin pada berbagai jaringan dan cairan tubuh ADP,” kata dia.
Dia menjelaskan, tim toksikologi memeriksa delapan jenis organ dan cairan tubuh ADP, mulai dari otak, ginjal, darah, hingga lambung. Sampel diterima pada 10 Juli 2025, dua hari setelah jasad ditemukan.
Dia menjelaskan bagaimana setiap sampel tubuh diuji menggunakan metode microdiffusion Conway dan petunjuk uji untuk mengidentifikasi adanya sianida, alkohol, arsenik, pestisida, dan narkoba.
Tubuh ADP sebenarnya mengandung dua jenis obat flu biasa: paracetamol dan chlorpheniramine maleate (CTM).
“Pada otak ditemukan atau terdeteksi paracetamol, empedu terdeteksi Klorfeniramin, limpa terdeteksi Klorfeniramin, hati terdeteksi Klorfeniramin, ginjal terdeteksi paracetamol dan Klorfeniramin, lambung terdeteksi Klorfeniramin, darah terdeteksi Klorfeniramin, urine terdeteksi paracetamol dan Klorfeniramin,” ucap dia.
Dia mengatakan bahwa CTM adalah antihistamin yang biasa digunakan untuk meredakan gejala alergi seperti hidung tersumbat dan bersin, yang juga memiliki efek ringan seperti mengantuk. Sementara itu, paracetamol adalah sejenis obat analgestik dan antikiretik yang memiliki kemampuan untuk meredakan nyeri dan mengurangi demam.
“Kombinasi kedua jenis senyawa tersebut biasa ditemukan pada obat flu dan demam yang biasa beredar di pasaran. Temuan ini menunjukkan adanya konsumsi atau paparan obat sebelum kematian,” ucap dia.
Sumber Liputan6