Rina (kanan) dan bayinya saat jeda pemeriksaan di Polres Jakpus (dok. Istimewa)
Jakarta – Polres Metro Jakarta Pusat memberikan penjelasan tentang foto yang tersebar luas yang menunjukkan ibu dan balita yang diduga ditahan dan tiduran beralas kain tipis di lantai gedung kepolisian. Mereka menyatakan bahwa cerita yang disampaikan dalam foto viral itu salah.
Sebagai informasi, foto Rina dan anak balitanya menjadi viral di media sosial. Salah satu akun mengatakan bahwa wanita itu pertama kali diperiksa dalam kasus perdata sebelum berubah menjadi tersangka hingga dia ditahan.
Pengunggah mengunggah cerita tentang ibu dan bayinya yang hanya bisa terbaring di atas kain tipis di kantor Polres Jakpus. Pengunggah juga mengunggah foto Rina dan bayinya yang terbaring di atas alas berwarna abu-abu.
Menurut AKBP Roby Heri Saputra, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, wanita yang terlihat dalam foto viral itu adalah Rina Rismala Soetarya bersama anaknya yang masih balita. Roby menyatakan bahwa foto itu diambil saat Rina beristirahat di sofa selama jeda pemeriksaan sebagai tersangka dugaan penipuan. Roby juga menempatkan foto Rina dan bayinya di atas sofa abu-abu.
“Momen dalam foto itu diambil setelah pemeriksaan, selesai atau saat istirahat dari pemeriksaan. Saat tersangka menenangkan bayinya yang menangis di sofa, di dalam ruangan seorang perwira Satreskrim. Selama proses pemeriksaan, tersangka datang didampingi oleh suami dan membawa bayinya,” kata Roby dalam keterangan tertulis yang dikirimkan kepada wartawan, Selasa (5/8/2025).
Roby menjamin pihaknya memperhatikan aspek kemanusiaan. Dia mengatakan tak ada pelanggaran prosedur dan hak Rina sebagai ibu dan hak anaknya tetap dipenuhi.
“Kami sangat memahami aspek kemanusiaan dalam setiap proses hukum, terutama jika menyangkut anak. Namun kami juga wajib menjalankan prosedur sesuai aturan yang berlaku. Dalam hal ini, tidak ada pelanggaran, dan hak-hak anak tetap kami perhatikan dengan baik,” ujar Roby.
Roby mengatakan Rina dilaporkan oleh seorang warga asal Papua Tengah, AS, atas dugaan penipuan. Dalam perkara ini, Rina diduga menipu AS dalam proses jual beli kendaraan bekas.
“AS, yang mentransfer uang sebesar Rp 420 juta kepada tersangka Rina Rismala Soetarya untuk pembelian dua unit mobil Toyota Hilux bekas. Namun setelah uang dikirim, mobil tidak pernah dikirimkan. Tersangka hanya mengirimkan foto dan video kendaraan,” ujarnya.
Rina disebut mengaku telah mentransfer pengembalian dana kepada AS. Namun, dia menyebut uang itu tidak masuk ke rekening AS.
“Penyelidikan mengungkap bahwa tersangka sejak awal memang tidak berniat mengirimkan mobil dan langsung menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi,” ujarnya.
Dia menyatakan bahwa Rina menghabiskan uang itu untuk kepentingan pribadi. Di antaranya adalah perawatan rumah sebesar 6,5 juta rupiah, cicilan mobil sebesar 10 juta rupiah, DP mobil Ertiga sebesar 50 juta rupiah, pembelian HP sebesar 24,5 juta rupiah, DP mobil Hilux atas nama orang lain sebesar 10 juta rupiah, pembelian mobil Hilux atas nama orang lain sebesar 235 juta rupiah, pembelian emas sebesar 30,1 juta rupiah, dan angsuran rumah sebesar 15 juta rupiah.
“Dari total Rp 420 juta, tersangka baru mengembalikan sekitar Rp 80 juta secara bertahap,” jelas Roby.
Penyidik kemudian memutuskan menahan Rina. Dia mengatakan Rina ditahan karena sering berpindah alamat dan sulit dilacak sehingga dikhawatirkan akan menghambat proses hukum.
Roby juga menyatakan bahwa jajarannya berusaha untuk membuka ruang restorative justice antara AS dan Rina. Namun, dia menyatakan bahwa belum ada kesepakatan yang dicapai, jadi proses hukum harus dilanjutkan.
“Kami terbuka pada solusi damai, tetapi proses itu membutuhkan iktikad baik dari kedua belah pihak. Dalam kasus ini, belum ada pengembalian kerugian secara menyeluruh, sehingga proses hukum tetap kami lanjutkan,” ujarnya.
Roby berharap masyarakat cermat dalam menerima informasi yang beredar lewat media sosial. Dia mengatakan penanganan kasus yang menjerat Rina dilakukan secara profesional.
“Kami terbuka terhadap kritik, tetapi kami juga mengajak masyarakat untuk lebih bijak dan cermat. Jangan sampai proses penegakan hukum yang sedang berjalan terganggu oleh opini publik yang dibentuk tanpa dasar dan data,” ujar Roby.
“Penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan akuntabel. Hak tersangka tetap dihormati, namun pada saat yang sama, hak korban untuk mendapatkan keadilan pun harus dipenuhi,” pungkasnya.
Sumber Detiknews