Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (11/7/2025) (Liputan6.com/Lizsa Egeham)
Jakarta – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi membantah sistem identifikasi keuangan digital yang dikenal sebagai Payment ID, yang dirancang untuk memata-matai transaksi masyarakat. Dia menjelaskan bahwa tujuan dari Payment ID adalah untuk mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan.
“Jangan istilahnya itu kemudian memata-matai begitu. Itu kan agak kurang pas, tetapi bahwa yang harus dilihat ini adalah semangatnya. Segala sesuatu yang itu berkenaan dengan apalagi ada transaksi-transaksi nah itulah yang kemudian harus bersama-sama kita monitor, bahwa hasil monitornya itu peruntukannya untuk apa, itulah yang kemudian diatur,” jelas Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Dia menyampaikan negara harus mengetahui transaksi masyarakat untuk menghindari hal-hal yang merugikan dan tak diinginkan. Misalnya, mengawasi dan memperbaiki penyaluran bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran.
“Misalnya dalam hal penyaluran bantuan sosial ya. Kalau tadi makna memata matainya bukan kemudian kita ingin kepo atau melihat, enggak. Tetapi semangatnya kan untuk perbaikan bahwa ternyata setelah di mapping, bahasa lainnya tadi diidentifikasi itu ketemulah hal-hal yang seharusnya tidak terjadi antara saudara-saudara karena seharusnya sudah tidak layak menerima bantuan sosial masih menerima,” tuturnya.
Prasetyo mencontohkan bagaimana dana bansos digunakan untuk bermain judi online. Nantinya, dia mengatakan bahwa Payment ID akan memantau agar hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi dan bansos didistribusikan dengan lebih tepat sasaran.
“Ada juga yang menerima bantuan sosial tetapi setelah tadi diidentifikasi kalau bahasa agak kerennya tadi dimata-matain, ketemu bahwa dipergunakan untuk kegiatan lain misalnya judi online, kan ini tidak benar. Maknanya di situ,” ujar Prasetyo.
Jamin Data Warga Tak Disalahgunakan
Dia memastikan teknologi Indonesia sudah mumpuni untuk menggunakan Payment ID. Prasetyo menuturkan masyarakat tak akan bisa menyembunyikan kegiatan ekonomi, khususnya untuk menghindari pajak.
“Ini kan kaitannya dengan misalnya kewajiban-kewajiban hasil produksinya berapa, maka kewajiban pajak kepada negara yang harus dibayar berapa itu. Sekarang sudah dengan teknologi sekarang sudah sulit,” tutur dia.
“Sangat mumpuni, teknologi sangat mumpuni sulit sekarang nyimpen nyimpen yang enggak-enggak itu pasti bisa dideteksi,” sambung Prasetyo.
Selain itu, Prasetyo menyatakan bahwa Indonesia saat ini memiliki Undang-undang Perlindungan Data Pribadi untuk memastikan bahwa data masyarakat tidak akan disalahgunakan melalui penggunaan Payment ID.
“Iya dong, enggak boleh (disalahgunakan). Kan ada perlindungan-perlindungan data pribadi apalagi bersifat keuagan, enggak boleh,” pungkas Prasetyo.
BI akan Luncurkan Payment ID
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berencana untuk meluncurkan Payment ID, sistem identifikasi keuangan digital yang berbasis NIK, pada 17 Agustus 2025.
Program ini merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030, yang bertujuan untuk menggabungkan kode yang khusus untuk seluruh proses pembayaran individu.
“Payment ID akan menjadi fondasi dari sistem pembayaran yang transparan dan bertanggung jawab,” ujar Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dudi Dermawan, dikutip Liputan6.com, Senin (11/8/2025).
Dengan Payment ID, seluruh data keuangan masyarakat, mulai dari rekening bank, kartu kredit, dompet elektronik (seperti Gopay, OVO), hingga pinjaman online, akan terhubung dalam satu sistem.
“Payment ID ini sangat powerful,” tegas Dudi.
Pendapatan, pengeluaran, utang, dan investasi dapat dilihat oleh pejabat melalui sistem ini. Untuk mendapatkan kredit, bank hanya perlu meminta persetujuan melalui ponsel. Jika disetujui, BI-Payment Info akan memberikan akses ke profil penuh.
Sumber Liputan6