Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan menghentikan dana hibah saat mengumpulkan kepala Dinas Pendidikan dan Kepala Kementerian Agama Kota/Kabupaten Se-Jabar, Kamis (24/5/2025).(Tangkap Layar YouTube Lembur Pakuan)
Jakarta – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini mengumumkan rencananya untuk menggandeng TNI-Polri untuk mengajarkan militer kepada siswa yang terindikasi nakal, yang akan ditempatkan di barak selama enam bulan.
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (27/4/2025), siswa yang terindikasi terlibat dalam tindakan kriminal dan pergaulan bebas adalah prioritas program pendidikan militer.
“TNI yang akan menjemput langsung siswa ke rumah untuk dibina karakter dan perilakunya,” kata Dedi.
Menanggapi rencana tersebut, pengamat pendidikan Darmaningtyas memberi apresiasi. Darmaningtyas juga menyebut cara ini memang bisa efektif. Namun, kebijakan ini juga bukti pendidikan karakter di lingkungan sekolah tidak berjalan dengan baik.
Jika pendidikan karakter berjalan dengan baik, tak perlu pendekatan militer
Armaningtyas menyatakan bahwa tidak perlu menggunakan metode militer untuk mendisiplinkan siswa jika pendidikan karakter dilaksanakan dengan baik di sekolah.
“Kalau pendidikan karakternya jalan, maka untuk mendidik yang nakal pun cukup melalui pendidikan karakter, tidak perlu pendidikan militer lagi,” jelas Darmaningtyas kepada Kompas.com, Senin (28/4/2025).
Dilansir dari Kompas.com, Senin (28/3/2025), mulai 2 Mei 2025 mendatang, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberlakukan program pendidikan karakter bagi siswa SMA yang terindikasi nakal.
Siswa yang terlibat pergaulan bebas dan tindakan kriminal di Jawa Barat akan menjalani pendidikan militer khusus
Menanggapi hal itu, Darmaningtyas juga mengakui bahwa pendidikan karakter melalui pendekatan militer berguna untuk menghentikan dan mengatasi kenakalan remaja.
Menurutnya, menggunakan metode militer untuk mengajar karakter seharusnya hanya ditujukan kepada siswa yang sulit diatur dan kenakalannya sudah melampaui batas, seperti melakukan tindakan kriminal.
Pendidikan militer yang fokus membentuk karakter siswa bisa menjadi cara efektif. Biasanya ada faktor psikologis pada siswa yang kemudian harus lebih berhati-hati,” terang Darmaningtyas.
Namun, Darmaningtyas tak sepakat jika pendidikan karakter melalui pendekatan militer diterapkan kepada siswa lainnya yang tidak terlibat dalam kenakalan. Apalagi terkait rencana Dedi mulyadi memasukkan kurikulum wajib militer di jenjang SMA/SMK.
Sebab, Gubernur Jawa Barat akan menerapkan program pendidikan karakter dan kurikulum Wjib militer di sekolah SMK/SMA mulai tahun ajaran baru.
“Tidak perlu (kurikulum wajib militer), untuk apa? Yang dibutuhkan sekarang adalah kompetensi dalam bidang ilmu pengetahuan dan komunikasi, bukan dalam kemiliteran,” tegas Darmaningtyas.
Ia juga menyebut bahwa kedisiplinan tidak selalu identik dengan militer.
“Contoh sekolah-sekolah calon pastur (seminari) dan juga sekolah-sekolah swasta lainnya yang dapat menerapkan kedisiplinan secara baik. Sekolah-sekolah tersebut bahkan sama sekali tidak perlu menghadirkan militer di dalamnya,” ujarnya.
Sumber Kompas