Ilustrasi – Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan melakukan pengecekan tampungan air dan edukasi penerapan prinsip 3 M sebagai langkah pencegahan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (9/11/2024). (ANTARA/Alimun Khakim)
Jakarta – Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, MSc, seorang epidemiolog dari Universitas Indonesia, mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap risiko penyakit demam berdarah dengue (DBD) selama musim hujan dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
“Masyarakat harus waspada terhadap genangan air. Barang-barang bekas yang memungkinkan genangan air sebaiknya itu dihilangkan dan dikurangi,” kata Tri Yunis ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Miko menjelaskan bahwa pada awal dan akhir musim hujan, kasus demam berdarah biasanya meningkat.
Curah hujan yang tinggi pada awal musim hujan membuat genangan air ideal untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Namun, saat hujan berhenti atau berkurang, nyamuk ini cenderung tidak dapat terbang jauh, yang berarti bahwa mereka tidak akan menyebar dengan cepat.
Sebaliknya, nyamuk dapat menyebar lebih luas ketika curah hujan mulai berkurang pada akhir musim hujan. Inilah mengapa puncak kasus demam berdarah sering terjadi antara November dan Desember dan Maret dan Juni.
Oleh karena itu, ia mendorong orang untuk menjalankan pola hidup bersih dan sehat dengan membersihkan tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang-barang yang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk (3M).
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat UI mengatakan bahwa untuk menurunkan kasus demam berdarah (DBD), berbagai upaya atau intervensi harus dilakukan secara bersamaan.
“Tidak ada satu solusi tunggal yang bisa menyelesaikan masalah ini. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi vaksinasi, penerapan program 3M, serta penggunaan obat nyamuk. Semua harus digunakan,” ujarnya.
Dia menyatakan bahwa vaksinasi mungkin sangat efektif, terutama bagi individu yang belum pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya.
Dengan menerima vaksin ini, seseorang dapat dilindungi dari kemungkinan tertular demam berdarah di masa mendatang.
Namun, dengan aturan yang berbeda, vaksinasi masih dapat diberikan kepada individu yang sudah pernah terinfeksi.
Bagi orang yang sudah pernah terinfeksi, vaksinasi hanya perlu dilakukan satu kali, bukan dua kali seperti yang direkomendasikan untuk mereka yang belum pernah kena.
“Semua intervensi ini harus dilakukan dengan konsisten dan terpadu, baik oleh pemerintah, masyarakat, maupun sektor lainnya,” katanya.
Sumber Antaranews