Gencatan Senjata Resmi Terwujud, Akhiri Serangan Israel ke Gaza

0
(0)

Perdana Menteri Qatar Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani menyatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata untuk menghentikan agresi Israel di Jalur Gaza telah resmi tercapai. Hal tersebut diumumkan Al Thani dalam konferensi pers di Doha, Rabu (15/1/2025) waktu setempat./ANTARA/Anadolu/py

Doha – Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, mengumumkan bahwa kesepakatan gencatan senjata untuk menghentikan agresi Israel di Jalur Gaza telah resmi tercapai. Pengumuman ini disampaikan Al Thani dalam konferensi pers yang diadakan di Doha pada Rabu, 15 Januari, waktu setempat.

Kesepakatan gencatan senjata yang diharapkan dapat mengakhiri agresi dan genosida Israel yang telah meluluhlantakkan Gaza terdiri dari tiga tahap, yang mulai berlaku pada Minggu, 19 Januari. Pernyataan ini disampaikan oleh Perdana Menteri Qatar, Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani.

Meskipun telah ada perintah dari Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menghentikan serangan di Rafah, Gaza selatan, Israel terus melanjutkan agresinya. Tindakan tersebut diperkirakan melanggar Konvensi Genosida, yang semakin menambah keprihatinan internasional terhadap situasi kemanusiaan di daerah tersebut. Kesepakatan gencatan senjata ini diharapkan dapat memberikan harapan baru bagi penduduk Gaza yang telah mengalami penderitaan berkepanjangan.

Agresi Israel ke Jalur Gaza yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah menyebabkan korban jiwa yang sangat besar, dengan 46.707 warga Palestina dilaporkan tewas dan lebih dari 110.265 lainnya mengalami cedera.

Selain itu, lebih dari 10.000 orang lainnya masih belum ditemukan dan diduga terkubur di bawah reruntuhan rumah mereka yang hancur akibat pengeboman Israel di Gaza. Situasi ini semakin memperburuk krisis kemanusiaan yang telah berlangsung.

Pihak Palestina dan organisasi internasional melaporkan bahwa mayoritas korban tewas akibat agresi Israel adalah wanita dan anak-anak.

Agresi Israel juga telah memaksa hampir dua juta warga Gaza untuk mengungsi ke kota Rafah di Gaza selatan, yang terletak dekat dengan perbatasan Gaza-Mesir. Dengan jumlah pengungsi yang begitu besar, situasi di Rafah menjadi semakin padat dan sulit.

Kondisi ini menciptakan pergerakan pengungsi terbesar sejak peristiwa Nakba pada awal pendirian negara Israel pada tahun 1948. Banyak pengungsi menghadapi tantangan serius, termasuk kekurangan makanan, air bersih, dan layanan kesehatan, yang semakin memperburuk krisis kemanusiaan di kawasan tersebut. Kebutuhan akan bantuan internasional dan dukungan kemanusiaan sangat mendesak untuk membantu mereka yang terpaksa meninggalkan rumah mereka.

Sumber: WAFA-OANA

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *