Photo Antara
Jakarta – Prof. Agus Dwi Susanto, Guru Besar Bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), mengatakan bahwa program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang mencakup skrining kesehatan paru-paru dapat mendorong masyarakat untuk berhenti merokok.
“Umumnya perokok akan berhenti merokok setelah tahu ada penyakit paru yang diderita bila diskrining,” kata Prof Agus seperti dilansir ANTARA di Jakarta, Kamis.
Selain itu, skrining paru-paru dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan paru-paru yang dimiliki individu yang merokok.
Ia menjelaskan bahwa ada banyak cara untuk melakukan skrining paru-paru, seperti kuesioner, rontgen paru, dan spirometri, antara lain.
“Tapi ada juga yang masih bandel merokok, ya karena adiksi, sudah ketagihan. Ini perlu terapi berhenti merokok dengan supervisi dokter spesialis paru atau (praktisi) yang kompeten lainnya,” ujar Prof Agus.
Dalam tugasnya sebagai Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dari 2017 hingga 2024, merokok disebut sebagai salah satu faktor risiko penyakit paru-paru.
Menurut Prof Agus, lima penyakit paru yang menjadi masalah utama bagi kesehatan masyarakat adalah pneumonia, tuberkulosis, kanker paru, asma, dan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
Karena itu, ia menekankan bahwa salah satu indikasi untuk melakukan skrining kesehatan paru adalah orang yang merokok. Dia juga merekomendasikan agar orang melakukannya secara berkala.
Diketahui, Program CKG adalah program kesehatan pemerintah yang memeriksa bayi, balita, anak prasekolah, remaja, dewasa, dan lansia untuk mendeteksi potensi masalah kesehatan sejak dini.
Untuk bayi, pemeriksaan ditujukan untuk menemukan kelainan kongenital, sementara untuk anak-anak dan balita, pemeriksaan ditujukan untuk mengamati perkembangan dan pertumbuhan fisik mereka.
Bagi dewasa, pemeriksaan bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan secara keseluruhan, termasuk deteksi dini terhadap potensi penyakit serius seperti paru-paru. Pada orang tua, pemeriksaan kesehatan juga difokuskan untuk mengidentifikasi masalah pada tulang dan sendi.
Sumber Antaranews