Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko berbicara dengan awak media di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/3/2025). (ANTARA/Nadia Putri Rahmani)
Jakarta – Usulan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) untuk menghapus surat keterangan catatan kepolisian (SKCK), kata Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, Polri akan menjadi masukan bagi Polri.
“Tentunya apa yang menjadi masukan dan sudah dikaji tersebut itu, menjadi masukan bagi kami,” ujar Wisnu di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Kendati demikian, Brigjen Pol. Trunoyudo mengatakan bahwa apabila SKCK memang dirasa menghambat untuk melamar kerja atau lain sebagainya, maka kepolisian akan memberikan catatan khusus.
“Tentu kami hanya memberikan suatu catatan-catatan karena SKCK adalah surat keterangan catatan dalam kejahatan atau kriminalitas,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian HAM mengirimkan surat kepada Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dengan proposal untuk menghapus SKCK karena dianggap dapat menghalangi hak asasi warga negara.
Menurut Nicholay Aprilindo, Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, surat tersebut ditandatangani oleh Menteri HAM Natalius Pigai dan dikirim ke Mabes Polri pada Jumat (21/3).
“Alhamdulillahtadi Pak Menteri sudah menandatangani surat usulan kepada Kapolri untuk melakukan pencabutan SKCK dengan kajian yang kami telah lakukan secara akademis maupun secara praktis,” kata Nicholay.
Dia menjelaskan usulan tersebut muncul setelah Kementerian HAM melakukan pengecekan ke berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas) di sejumlah daerah. Dalam kunjungan tersebut, ditemukan narapidana residivis.
Setelah keluar dari penjara, mantan narapidana menghadapi kesulitan mencari pekerjaan, yang memaksanya untuk melakukan pelanggaran lagi. Salah satu syarat untuk posisi tersebut adalah SKCK, yang membuat mereka terbebani.
Nicholay mengatakan bahwa, meskipun mantan narapidana menerima SKCK, ada keterangan yang menunjukkan bahwa mereka pernah menjalani hukuman penjara. Akibatnya, sulit bagi perusahaan atau tempat kerja lain untuk menerima mantan narapidana.
Sumber Antaranews