Ilustrasi/Foto: Chuk S Widharsa
Jakarta – Akibat konflik bersenjata yang berkepanjangan, perbankan di Kota Goma, Republik Demokratik Kongo, telah dihentikan, menyebabkan kekurangan uang.
Dalam situasi ini, penduduk lokal harus kembali menggunakan sistem barter untuk bertransaksi, termasuk membayar sekolah anak.
Menurut laporan AFP yang diterbitkan oleh Times of India pada Rabu (21/5/2025), pemerintah Kongo berhenti memberikan dana ke bank-bank di wilayah tersebut setelah kelompok pemberontak M23 menguasai kota itu. Bisnis perbankan mulai lumpuh total karena tidak ada ATM lagi.
Akibatnya, penduduk setempat sekarang harus mengganti uang tunai dengan barang kebutuhan pokok, termasuk biaya sekolah anak-anak, dengan makanan hingga minyak goreng.
“Prioritas saat ini adalah memiliki sesuatu untuk dimakan. Kami hanya bertahan hidup, situasi ini tidak dapat dipertahankan,” kata seorang guru di sekolah Majengo, Richard Mbueki, sembari menunjukkan jeriken minyak goreng yang digunakan salah satu orang tua murid sebagai biaya sekolah.
“Orang tua datang dengan membawa barang, lalu pihak sekolah menilai nilainya sesuai harga pasar. Kemudian nilainya dicatat dalam pembukuan sebelum tanda terima diterbitkan,” jelas salah seorang staff administrasi di sekolah itu, Augustin Vangisivavi.
Untuk saat ini, masyarakat disarankan untuk menggunakan uang digital oleh pemerintah setempat dan pemerintah baru di Goma. Namun, infrastruktur dan adopsi teknologi tersebut masih jauh dari siap.
Uang tunai langka sangat memengaruhi aktivitas dan transaksi sehari-hari di Goma, yang berbeda dengan negara-negara Afrika Timur lainnya.
Bahkan beberapa warga yang masih menerima gaji, terutama mereka yang bekerja untuk organisasi internasional atau pemerintah, terpaksa menyeberang ke Rwanda untuk menarik uang tunai, tetapi kondisi ini menyebabkan biaya tambahan.
Sumber DetikFinance