Massa yang tergabung dalam Koalisi Ojol Nasional (KON) berunjuk rasa di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (29/8/2024). Foto: Muhammad Ramdan/ANTARA FOTO
Jakata – Politikus PDIP ini mengatakan bahwa, sebagai mitra perusahaan transportasi online, pendapatan driver ojol bergantung pada apakah pengemudi aktif mengambil order atau tidak. Rahmad mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan legalitas profesi driver ojol sebagai kemitraan.
“Ini masalah yang belum selesai itu kan pada status mereka yang belum ada legalitasnya. Jadi kalaupun mau menuntut soal kejelasan tarif kepada pihak aplikator, ya posisi mereka tidak kuat,” ujarnya.
Ramad menyatakan bahwa masalah status driver online harus segera diselesaikan. Setelah legalitas profesi jelas, masalah lain akan diselesaikan dengan undang-undang yang mengikat.
“Katakanlah apakah masuk dalam kategori Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT), atau mungkin jenis pekerjaan baru sebagai profesi pekerjaan kemitraan yang aturannya disusun melalui aturan pemerintah agar posisi driver jelas sehingga membuat perlindungan sosial bagi mereka, paling tidak THR atau apa pun namanya,” ucap Rahmad.
“Termasuk dalam hal tarif pengantaran barang atau kurir serta pemotongan dari aplikator juga tidak menjadi berat sebelah,” kata Rahmad, anggota legislatif dari Dapil Jawa Tengah V. Menurutnya, jika ada kepastian yang jelas, elemen lain yang melindungi driver ojol sebagai pekerja juga akan jelas.
Komisi IX DPR, yang menangani masalah ketenagakerjaan, meminta pemerintah untuk segera membahas dan menetapkan regulasi ketenagakerjaan untuk ojol. Ahmad menganggap hal ini penting karena jumlah driver ojol mungkin terus meningkat.
“Karena profesi driver ojek online ini juga kerap menjadi batu loncatan bagi masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan tetap untuk mencari penghasilan. Apalagi saat ini angka pengangguran di Indonesia terus bertambah,” kata Rahmad.
“Banyak PHK di mana-mana sekarang, dan mereka yang di-PHK banyak yang memilih untuk menjadikan ojek online sebagai ladang pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tutur dia.
Komisi IX DPR menilai bahwa, meskipun jenis pekerjaan driver online bersifat sementara bagi mereka yang menginginkannya, itu tidak berarti kesejahteraan mereka bergantung pada kebijakan aplikator. Ramad menyatakan bahwa aturan yang jelas harus dibuat untuk melindungi para driver ojol.
“Dan sangat penting negara hadir bagi teman-teman driver ojol ini karena ojol sudah menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Bahkan pejabat dan tokoh penting juga banyak yang suka menggunakan jasa layanan ojol,” ungkapnya.
“Jadi beri perhatian lebih, jangan mentang-mentang pekerja non-formal terus kesejahteraan mereka terabaikan. Beri kejelasan melalui legalitas status mereka,” tambah Rahmad.
“Ya sebaliknya untuk penyelesaian mereka perlu duduk bersama mencari win-win solution agar dipikirkan hal-hal dasar yang dibahas. Pemerintah harus memfasilitasi,” sebutnya.
“Kalau belum jelas, artinya kan ada kesan eksploitasi. Karena perlindungan sosial dan hak hak lainnya tidak diperhatikan atau diabaikan,” tegas Rahmad.
Karena pekerjaan driver ojol sangat berisiko, Ahmad menekankan pentingnya memperhatikan kesejahteraan driver dan kurir online, termasuk memberikan jaminan kesehatan dan keamanan.
“Buat aturan yang jelas, lintas instansi yang terkait. Beri kejelasan driver ojol ini posisinya gimana,” kata Rahmad.
Sejak Maret 2024, DPR RI dan Kementerian Ketenagakerjaan telah berbicara tentang cara memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada driver ojol. Namun, karena tidak ada legalitas profesi driver ojol yang bersifat kemitraan dengan perusahaan, masalah ini masih tidak jelas.
Sumber Antaranews