Ilustrasi pajak sumber : Istimewa
Jakarta – Pemerintah telah resmi mengumumkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai tahun 2025. Kebijakan ini diambil berdasarkan prinsip keadilan dan gotong royong, serta mempertimbangkan aspirasi masyarakat.
Dengan keputusan ini, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk membangun sistem perpajakan yang adil dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Vaudy Starworld, Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah strategis yang krusial untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini tidak hanya mencerminkan niat pemerintah untuk mencapai keadilan pajak, tetapi juga berfungsi sebagai fondasi yang kuat untuk meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan di Indonesia.
Dengan adanya kenaikan tarif PPN ini, diharapkan akan terjadi peningkatan pendapatan negara yang dapat digunakan untuk berbagai program pembangunan. Pemerintah percaya bahwa langkah ini akan membantu menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan, serta memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.
“Kebijakan kenaikan PPN 12 persen merupakan langkah strategis untuk memperkuat sistem perpajakan yang berkeadilan dan mendukung kemandirian bangsa,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa keberhasilan kebijakan ini bergantung pada pendekatan yang transparan dan komunikasi yang intensif. Oleh karena itu, peningkatan kebijakan PNN sebesar 1% memperkuat perekonomian nasional dan memastikan pertumbuhan yang stabil dan merata, yang menguntungkan kesejahteraan rakyat.
“Melalui pendekatan yang transparan dan komunikasi intensif, kebijakan ini diharapkan mampu menciptakan iklim usaha yang lebih adil, meningkatkan penerimaan negara, serta mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” tambah Vaudy.
Di sisi lain, Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, menekankan bahwa kebijakan ini memiliki dimensi strategis yang krusial dalam menghadapi tantangan global. Ia menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan pajak ini adalah untuk menarik investasi asing yang dapat memperkuat perekonomian dalam negeri, serta mengatasi penurunan penerimaan pajak penghasilan badan (PPh Badan) yang selama ini menjadi hambatan dalam mencapai target penerimaan negara.
Prianto juga menyoroti pentingnya kebijakan ini dalam menciptakan iklim investasi yang lebih baik, sehingga diharapkan dapat memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil. Dengan langkah ini, pemerintah berupaya memulihkan kepercayaan investor dan mendorong lebih banyak aliran modal asing yang pada gilirannya dapat mendukung pembangunan nasional.
“Kebijakan pajak tujuannya untuk menarik investasi asing dan untuk menggantikan tren penurunan penerimaan PPh Badan,” kata Prianto.
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa barang dan jasa yang dianggap sebagai kebutuhan dasar tidak akan terkena kenaikan tarif PPN 1%. Salah satu tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama bagi kelompok ekonomi yang paling rentan.
“Kenaikan tarif PPN 12% tersebut tidak berlaku bagi barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, rumah sederhana, dan air minum,” jelas Airlangga.
Dengan demikian, meskipun ada penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), sektor-sektor yang berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari masyarakat akan tetap mendapatkan perlakuan khusus. Hal ini bertujuan untuk mencegah beban ekonomi yang berlebihan pada masyarakat, sehingga dampak dari kebijakan ini bisa diminimalkan.
Sementara itu, kebijakan ini memperoleh dukungan luas dari mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam rapat pembahasan tingkat I Komisi XI. Semua fraksi, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS), sepakat bahwa penerapan kenaikan PPN menjadi 12 persen secara bertahap hingga tahun 2025 merupakan langkah strategis yang adil dan relevan.
Lebih lanjut, fraksi-fraksi tersebut kecuali PKS, juga menekankan pentingnya perlindungan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Mereka mendukung upaya untuk memberikan pembebasan pajak pada kebutuhan pokok dan jasa esensial, agar masyarakat tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka tanpa terbebani oleh kenaikan tarif PPN.
( Sumber : Viva.co.id )