Foto: Shutterstock
Jakarta – Tahukah Anda bahwa 61% remaja Indonesia mengalami depresi? Data dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) yang dipublikasikan pada Hasil Survei Kesehatan Indonesia 2024 menunjukkan bahwa anak muda berusia antara 15 dan 24 tahun mengalami depresi paling sering.
Sekarang diketahui bahwa faktor genetik, perubahan hormon, dan pengalaman traumatis adalah beberapa penyebab depresi remaja. Namun, ternyata paparan zat berbahaya juga dapat menyebabkan depresi. Bisfenol A (BPA) adalah salah satu yang harus diperhatikan.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Colombia menunjukkan bahwa anak laki-laki yang pernah terpapar BPA selama kehamilan lebih berisiko mengalami gejala kecemasan dan depresi pada usia dua belas hingga dua belas tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa paparan BPA selama kehamilan ini dapat berkontribusi pada efek khusus jenis kelamin pada gejala kecemasan dan depresi.
Paparan Bisfenol A (BPA) jelas memengaruhi perilaku anak-anak dan dapat menyebabkan masalah endokrin. Tingkat paparan BPA yang lebih tinggi sebelum lahir juga dikaitkan dengan peningkatan gangguan perilaku pada anak-anak usia 0–12 tahun.
Selain itu, karakter anak laki-laki yang terpapar BPA ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan di University of Granada di Spanyol. Mereka mengalami masalah kesehatan tubuh (kecenderungan untuk mengalami dan mengekspresikan gejala tekanan seperti sakit kepala, sakit perut, atau mual), kesulitan bersosialisasi, dan masalah berpikir sebelum pubertas. Namun, dampak paparan BPA pada anak perempuan kurang jelas.
Menurut tim peneliti, kondisi berbeda pada anak laki-laki dan perempuan yang disebabkan oleh otak anak laki-laki yang lebih rentan, terhadap paparan BPA ketika masih berkembang di dalam rahim. Risiko rentan depresi ini dapat mempengaruhi anak di masa mendatang.
Depresi, terutama pada remaja, dapat mengganggu fokus anak untuk bersosialisasi, berprestasi di sekolah, dan berhubungan dengan teman. Selain itu, hanya sebagian kecil remaja yang mengalami depresi yang pergi ke dokter untuk sembuh.
Untuk mencegah paparan dan dampak negatif BPA terutama pada bayi dan anak-anak, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya BPA ini. BPA dapat bergerak dan membuat produk dalam kemasan kotor.
Oleh karena itu, BPA harus dikurangi dalam produk tertentu. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Nomor 20 tahun 2019 mengatur penggunaan plastik mengandung BPA di Indonesia. Menurut aturan, batas migrasi BPA pada plastik polikarbonat untuk kemasan makanan adalah hanya 0,6 bpj.
Sumber Detik.com