IHSG Anjlok Karena Trump, Pemerintah Diminta Percepat Negosiasi Dagang

0
(0)

Warga memantau pergerakan saham melalui gawainya di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (18/3/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO

Jakarta – Pada awal perdagangan setelah libur panjang Lebaran, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang signifikan hingga harus dihentikan untuk sementara waktu.

Situasi perang dagang yang disebabkan oleh tarif impor resiprokal Presiden AS Donald Trump adalah salah satu sentimennya.

Menurut Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, sektor teknologi mengalami pelemahan terbesar sebesar 10,38%. Sektor bahan baku mengalami penurunan sebesar 10,07%, dan konsumer non primer mengalami penurunan sebesar 7,63%.

Kemudian, penurunan terdalam IHSG berdasarkan emitennya dicatatkan oleh Bank Rakyat Indonesia (BBRI) sebesar 14,57 persen ke level 3.460, Bank Central Asia (BBCA) sebesar 12,94 persen ke level 7.400, Bank Mandiri (BMRI) sebesar 13,46 persen ke level 4.500, Telkom Indonesia (TLKM) sebesar 14,94 persen ke level 2.050, dan DCI Indonesia (DCII) sebesar 14,99 persen ke level 142.775.

Andry menjelaskan bahwa pengumuman penerapan tarif impor resiprokal AS telah menimbulkan tekanan pada pasar saham global. Trump menetapkan tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor dan menetapkan tarif yang lebih tinggi untuk negara-negara tertentu seperti China (34 persen), Vietnam (46 persen), dan Uni Eropa (20 persen), yang menimbulkan kekhawatiran akan perang dagang global baru.

“Kebijakan ini menyebabkan penurunan tajam di pasar ekuitas global dan meningkatkan kekhawatiran atas tekanan inflasi, sehingga mendorong kenaikan imbal hasil obligasi,” kata Andry dalam analisisnya, Selasa (8/4).

Andry menyatakan bahwa beberapa negara yang terkena dampak mengumumkan tindakan balasan sebagai tanggapan. Mulai 10 April, China mengenakan tarif sebesar 34% pada semua impor AS. Di sisi lain, Vietnam menawarkan untuk menghapus semua tarif impor AS.

Kemudian, Trump mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 50 persen pada impor dari China, jika pemerintah China tidak mencabut tarif pembalasannya paling lambat tanggal 8 April.

“Sentimen pasar kemungkinan tetap rentan dalam jangka pendek, seiring respons balasan dari negara-negara mitra dagang utama meningkatkan risiko konflik berkepanjangan,” jelasnya.

Dia juga mengatakan bahwa peningkatan tarif atas ekspor ke AS sebesar 32% akan memengaruhi ekspor Indonesia, terutama sektor manufaktur tekstil, alas kaki, dan elektronik, yang memiliki banyak eksposur ke pasar AS.

“Tekanan terhadap ekspor dapat memperburuk defisit transaksi berjalan dan menambah tekanan terhadap stabilitas nilai tukar Rupiah,” kata Andry.

Dalam situasi seperti ini, Andry melihat bahwa pendekatan yang digunakan pemerintah Indonesia untuk bernegosiasi dagang sangat penting. Dia berharap segera ada kesepakatan melalui negosiasi atau diplomasi.

“Upaya untuk memperoleh pengecualian tarif atau membangun kesepakatan dagang bilateral yang lebih menguntungkan akan menjadi kunci dalam menjaga daya saing ekspor nasional,” ujar Andry.

Saat ini, imbal hasil obligasi Rupiah Pemerintah Indonesia tenor 10 tahun naik 18,60 bps ke level 7,19 persen, dan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun turun 2,10 bps ke level 4,16 persen.

“Kami memperkirakan Rupiah bergerak di kisaran 16,610–16,840 per USD, sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun berada di kisaran 7,1–7,3 persen dalam jangka pendek,” kata Andry.

Sumber Kumparan

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *