Pondok Pesantren Ad-Diniyah, Jakarta Timur, yang jadi lokasi pencabulan oleh guru dan pimpinan pondok pesantren. Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Jakarta – Cholil (sebelumnya ditulis berinisial C), seorang pimpinan Pondok Pesantren Ad-Diniyah di Jakarta Timur, telah mengakui perbuatannya mencabuli dua santri laki-laki. Dia juga menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada dua korban.
“Iya, menyesal. ‘Saya menyesal. Tapi saat itu saya gak kuasa untuk menahan itu. Makanya saya minta maaf kok sama anak-anak‘, katanya begitu,” ucap Kuasa Hukum dari Cholil, Anjas Asmara, di kawasan Jatinegara, Jakarta Timur pada Rabu (22/1).
Menurut Anjas, pencabulan terjadi di ruang kesehatan pesantren. Cholil meminta korban untuk dipijat karena dia lelah, dan kemudian dia melakukannya.
“Si C itu minta dionanikan,” jelas dia.
Setelah melakukan perbuatan cabulnya, Cholil segera memberi uang kepada korbannya antara dua puluh ribu hingga lima puluh ribu rupiah. Menurut Anjas, kliennya tidak memaksa korban untuk menyentuh alat kemaluan pelaku atau menjanjikan untuk memberi uang.
Pelaku mengakui bahwa dia salah dan bahkan sempat meminta maaf kepada korban setelah melakukan perbuatan cabulnya, tetapi dia terus melakukannya selama dua tahun.
“Dia (korban) datang kok dipanggil, gak ada pemaksaan atau pengancaman, misalkan tidak lulus atau apa gitu,” kata dia.
Anjas juga mengatakan bahwa kliennya tidak melakukan sodomi pada korban, seperti yang ditunjukkan oleh hasil visum korban. Namun, kliennya sudah siap bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan dan keluar dari pondok pesantren yang dia pimpin.
“Jadi saya bilang sama klien kita, CL ‘Siap untuk tidak (di ponpes lagi)? Dia bilang ‘Oh siap. Karena saya tahu salah‘,” ujar dia.
Sebagaimana dilaporkan sebelumnya, Cholil disangkakan melanggar Pasal 76E Jo Pasal 82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak, dan dia diancam dengan pidana penjara hingga 15 tahun.
Sumber Kumparan