Muhammadiyah Jadi Korban Serangan Siber di Pusat Data Nasional

0
(0)

Jakarta – Muhammadiyah mengklaim menjadi salah satu korban dari serangan siber pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yang mengakibatkan gangguan layanan hingga tersanderanya data kementerian/lembaga dan pemerintah daerah di PDN.

Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ismail Fahmi, mengungkapkan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi besar turut menjadi korban atas permasalahan tersebut.

“Serangan yang terjadi di Pusat Data Nasional ini bukan sekadar insiden biasa, tetapi sudah mengakibatkan jatuhnya sistem digital atau sistem siber Indonesia,” jelas Ismail dalam keterangan yang dibagikan PP Muhammadiyah, Jumat (28/6).

Muhammadiyah, yang memiliki ribuan lembaga pendidikan dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, serta ribuan dosen dan guru besar yang datanya tersimpan di PDN, sangat menyesali kebocoran data ini. “Kami prihatin dan sangat menyesali kebocoran data ini,” tambah Fahmi.

Ismail juga menyatakan kekhawatirannya terhadap pemerintah yang sejauh ini belum memiliki cadangan data dari beberapa kementerian/lembaga yang tersandera dan masih berupaya melakukan pemulihan.

“Lebih memprihatinkan bagi saya kala pemerintah sejauh ini belum memiliki back up atau cadangan data dari beberapa Kementerian/Lembaga yang tersandera, dan masih berupaya untuk melakukan pemulihan,” tegasnya.

Ismail mengkritik perencanaan Pemerintah dalam membentuk PDN yang dinilainya kurang matang. “Semua orang diminta datanya di PDN, tetapi pemerintah tidak memiliki backup data untuk itu. Mengapa di perencanaannya tidak memikirkan sistem back up, dan manajemen risiko yang akan terjadi?” tanyanya.

Dengan insiden ini, Muhammadiyah berharap Pemerintah mampu bertanggung jawab dan segera mengambil langkah-langkah pemulihan. “Pemerintah dalam mengatasi masalah PDN ini harus berkomunikasi dengan jujur dan terbuka kepada masyarakat.

Serta berharap Pemerintah dengan segera menyusun kembali sistem siber yang lebih komprehensif dengan melibatkan expert dari berbagai pihak yang transparan,” tutup Ismail.

Serangan siber yang melumpuhkan Pusat Data Nasional (PDN) terjadi sejak 20 Juni dan berdampak pada 210 instansi pemerintah serta layanan publik berbasis digital. Serangan yang berlokasi di Surabaya ini menggunakan modus ransomware dengan peretas meminta tebusan hingga Rp131 miliar.

Anggota Komisi I Mayjen Purn TB Hasanuddin sebelumnya mengkritik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang dinilai abai hingga PDN bisa diretas. Politikus PDI Perjuangan tersebut menganggap peretasan PDN sebagai kebodohan nasional mengingat peretasan dan kebocoran data yang sering terjadi selama bertahun-tahun.

How useful was this post?

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

0Shares

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *