Gedung Ombudsman RI (Agus Tri Haryanto/detikcom)
Jakarta – Ombudsman RI menyatakan bahwa masalah yang berkaitan dengan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) tidak terbatas pada pelaksanaannya. Setelah PPDB selesai, ombudsman juga menemukan beberapa masalah. Ada itu?
“Setelah kita lihat itu bahwasanya masalah PPDB tidak hanya pelaksanaan, ketika pasca, ketika diumumkan, maka ada masalah lain lagi yang mengikuti, yaitu adalah penambahan rombongan belajar (rombel),” ujar anggota Ombudsman Indraza Marzuki Rais saat memaparkan Hasil Kajian Pengawasan Penyelenggaraan PPDB di Gedung Ombudsman, Jakarta, Kamis (12/12/2024).
Indraza mengatakan bahwa jumlah rombongan belajar yang harus ada di setiap sekolah telah diumumkan oleh PPDB. Namun, Ombudsman menemukan bahwa ada penambahan rombongan belajar karena adanya “surat sakti”.
“Namun apa yang terjadi? Karena ada tekanan, karena ada permintaan, karena ada surat-surat sakti, maka sekolah akhirnya terpaksa dan tidak terpaksa membuat tambahan rombel, dan yang kami dengar sekarang ternyata seluruh Indonesia, dinas sudah mulai mengajukan penambahan rombel,” ujar Indraza.
Indraza mengatakan bahwa ada penambahan jumlah sekolah dua tahun sebelumnya, dan itu disetujui. Namun, gedung sekolahnya tidak ditemukan, katanya.
“Dua tahun lalu kami temukan laporan unik terkait rombel, yaitu mereka menambah jumlah sekolah, tapi sekolah secara fisik belum ada di salah satu provinsi. Jadi sekolahnya ada, namanya ditambah, tapi gedung nggak ada, akhirnya mereka kayak shift yang sekolah awalnya pagi, ntar siang dipakai sekolah tambahan,” katanya.
Dia juga menyoroti banyak temuan surat-surat sakti dari instansi, ormas, dan oknum meresahkan.
“Kami temukan banyak sekali surat-surat sakti, surat permintaan…. Belum lagi ormas-ormas, banyak kami temukan dari laporan itu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Indraza menunjukkan bahwa sistem penerima siswa menerima peseta didik di luar jalur resmi.
“Lalu adanya penetapan peserta didik baru di luar jalur resmi, itu kami menemukan di lapangan ketika kuota 300 orang, pas hari pendaftaran kami lihat daftar murid baru, lebih dari 300. Itu suka muncul,” ungkapnya.
Selain itu, dia berbicara tentang kasus suap yang terjadi di institusi pendidikan. Dia merasa prihatin dengan orang tua yang menyuap individu yang tidak bertanggung jawab demi pendidikan anak-anak mereka di institusi pendidikan di sekolah negeri.
“Kami nggak tahu ya kenapa orang berebut sekolah negeri dengan cara yang kotor, kadang-kadang saya bingung. Kita mau fasilitas gratis tapi bayar, banyak lho orang-orang tua sekarang mau masuk negeri tapi nyogok, itu agak aneh. Walaupun juga mungkin mayoritas warga Indonesia juga agak unik, selalu nyari yang gratis,” katanya.
“Jadi kalau dikasih sekolah minta murah, udah murah minta diskon, udah gratis masih minta bonus, ya itu orang Indonesia, memang agak unik memang. Jadi agak sulit tantangannya bagaimana kita mengatasi keinginan masyarakat,” imbuhnya.
Ombudsman diketahui menyampaikan hasil kajian dan temuannya yang ditulis di ‘buku putih’ ke Komisi X DPR RI, Kemendikdasmen, dan Kemendagri.
Sumber Detik.com