Arsip foto – Sejumlah siswa mengikuti sosialisasi pencegahan perundungan atau bullying di SMA 70, Jakarta, Selasa (27/2/2024). Polres Jakarta Selatan bersama sejumlah selebritas melakukan safari dari sekolah ke sekolah untuk mensosialisasikan pencegahan perundungan baik di sekolah maupun di luar sekolah yang akhir-akhir ini sering terjadi di kalangan pelajar. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/Spt.
Jakarta – Jenis kekerasan digital yang paling sering muncul di media sosial adalah kasus perundungan (bullying), pedofilia, judi daring (online), dan penipuan daring, menurut Indonesia Indicator.
“Perundungan masih menjadi isu yang selalu muncul setiap bulannya, baik dalam bentuk ‘cyber bullying’ maupun dalam bentuk kasus perundungan yang diviralkan di media sosial,” kata Direktur Indonesia Indicator (i2) Rustika Herlambang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu.
Melalui riset bertajuk “Tren Kekerasan Digital pada Anak”, Indonesia Indicator mencatat, sepanjang 1 Januari hingga 21 Juli 2024, kekerasan digital pada anak di Indonesia menjadi salah satu isu yang diperbincangkan netizen (warganet).
Jumlah unggahan kekerasan digital pada anak di media sosial mencapai 24.876 unggahan dan 3.004.014 “engagement” telah diterima, menurut Rustika.
Menurutnya, dengan 75.963 unggahan, isu terbesar adalah “bullying”, diikuti oleh pedofilia (14.227 unggahan), penipuan daring (8.477), judi daring (5.021), “doxing” 763, dan “cyberstalking” 611. “Grooming 603 unggahan dan “revenge porn” 205 unggahan.”
5.962.909 netizen menanggapi perlindungan anak dengan jumlah paling banyak reaksi “engagement”.
Salah satu kasus “bullying” yang paling menarik perhatian netizen adalah video curhatan seorang anak perempuan berinisial Y yang sering mendapat cemoohan dari teman-temannya.
“Kasus ‘bullying’ di sebuah sekolah di Serpong mencapai 23 ribu ‘enggagement’ dan kasus ‘cyber bullying’ anak sekolah makan di sebuah restoran cepat saji 649 ‘engagement’,” kata dia.
Dia mengungkapkan kondisi anak yang rentan terkena penipuan daring (online) di media sosial juga perlu menjadi atensi bersama.
Menurut penelitian, kasus penipuan online terhadap anak menempati urutan kedua dengan 912.325 “engagement” netizen.
Sementara itu, topik kekerasan digital pada anak tertinggi ketiga adalah pedofilia dengan 145.730 “engagement”, sementara judi “online” berada di posisi keempat dengan 65.255 “engagement”.
Hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia ini sejalan dengan temuan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komnas Perlindungan Anak, yang menunjukkan peningkatan tren kekerasan terhadap anak dalam lima tahun terakhir.
Kasus “bullying online” mencapai 2.000 pada 2019, tetapi menjadi lebih dari 4.000 hingga pertengahan 2023.
Selain itu, kasus eksploitasi seksual secara online yang melibatkan anak-anak meningkat dari 1.200 kasus pada 2019 menjadi lebih dari 2.000 pada 2023.
Fakta tersebut sejalan dengan tren percakapan kekerasan digital di media sosial yang hampir selalu terjadi sepanjang tahun 2024. Pada Februari 2024, kasus viral “bullying” di sebuah sekolah di Serpong melonjak hingga 7.000 unggahan.
Akhirnya, video kasus kekerasan fisik yang melibatkan sekelompok siswa tersebar di media sosial.
Pada bulan yang sama, permintaan maaf Meta Facebook terkait kasus pelecehan media sosial menarik perhatian warganet.
Karena banyaknya warganet yang curhat tentang banyaknya kasus pedofilia yang dialami anak-anak, perbincangan tentang pedofilia melonjak pada Mei 2024 dengan hampir 5.000 unggahan. Kasus anak usia lima tahun yang menjadi korban pemerkosaan di Pematangsiantar menjadi viral.
Namun, temuan kasus judi “online” yang melibatkan anak-anak menjadi subjek perbincangan hangat netizen pada Juni 2024. Dalam sebuah kasus viral, orang tua mengalami kerugian hingga 100 juta rupiah sebagai akibat dari perjudian “online” yang dilakukan anaknya.
Data KPAI menunjukkan bahwa judi “online” juga memengaruhi anak-anak di bawah umur. Sebanyak delapan puluh anak di bawah usia sepuluh tahun telah terpapar dan menjadi pemain judi “online”, dan 440 ribu orang di antara usia 10 dan 20 tahun menjadi kecanduan judi “online”.
Sumber ANTARAnews