Arsip – Perdana menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam sebuah sidang bersama Kongres Amerika Serikat. ANTARA/Anadolu/aa.
Gaza City (ANTARA) – Hamas, kelompok pejuang Palestina, mengecam peluang yang diberikan kepada pemimpin Israel Benjamin Netanyahu untuk berpidato di hadapan Kongres AS.
“Netanyahu seharusnya ditangkap sebagai penjahat perang dan diserahkan ke ICC (Pengadilan Kriminal Internasional), bukannya diberi kesempatan untuk memoles citranya di hadapan dunia dan menutupi pembunuhan massal dan pembersihan etnis di Gaza,” kata Hamas dalam pernyataannya, Kamis (25/7).
Netanyahu menyampaikan pidato di hadapan Kongres AS pada Rabu (24/7), di mana hampir setengah dari anggota parlemen Demokrat di DPR dan Senat melakukan aksi keluar dari ruangan (walk out) sebagai protes terhadap perang dan kejahatan Israel di Jalur Gaza.
“Pidato Netanyahu mencerminkan kedalaman krisis militer, keamanan, dan internasional yang coba ia tutupi di depan publik dengan membenarkan kekalahan yang diderita oleh tentaranya di Gaza,” ujar Hamas.
Hamas mengklaim bahwa Netanyahu berusaha untuk mengklaim kemenangan palsu dengan menyebut beberapa sandera bebas sambil mengabaikan “pembantaian mengerikan” yang dilakukan terhadap warga sipil di Rafah dan Nuseirat.
Pada hari Senin, 22 Juli, Netanyahu tiba di Amerika Serikat. Pada hari Kamis, dia dijadwalkan untuk bertemu dengan Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris.
Sebelum kembali ke Israel, ia juga akan bertemu dengan mantan Presiden Donald Trump di Florida pada Jumat.
Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, Israel telah menghadapi kecaman internasional karena tidak mengikuti resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera.
Otoritas kesehatan setempat mengatakan hampir 39.200 warga Palestina tewas dan lebih dari 90.400 terluka.
Selama sembilan bulan setelah serangan Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah krisis makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militernya di Rafah, di Gaza selatan, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota itu diserang pada 6 Mei lalu.
Sumber Antaranews