Ilustrasi – Kram otot kaki. ANTARA/Shutterstock.
Jakarta – Kram otot tidak hanya bisa terjadi setelah melakukan aktivitas tinggi, itu juga dapat terjadi saat hendak tidur atau saat tidur, menyentak dengan ketegangan yang menyebabkan nyeri pada betis.
Sebagaimana dikutip dalam siaran Channel News Asia pada Kamis, hasil studi yang dipublikasikan di PLoS One pada Juni 2017 menunjukkan bahwa kram kaki pada malam hari semacam itu cukup umum.
Menurut hasil studi itu, Sekitar 30 persen orang dewasa mengalami kram pada malam hari setidaknya 5 kali sebulan. Ini bukan hanya masalah orang yang habis lari maraton, tetapi juga orang yang lebih aktif.
Menurut Dr. Ang Mu Liang, konsultan bedah ortopedi di Woodlands Health, National Healthcare Group, kram otot adalah kontraksi otot yang terjadi tiba-tiba dan tidak disengaja.
“Kram terjadi saat serat otot terlalu tereksitasi, sering kali disebabkan oleh impuls saraf yang tidak terarah atau kadar elektrolit yang tidak memadai, seperti kalium, kalsium, atau magnesium yang diperlukan untuk kontraksi otot normal,” katanya.
Dalam kondisi ini, neuron motorik bawah, yang terdiri dari sel saraf di sumsum tulang belakang dan otak, mengumpulkan impuls saraf dari sistem saraf pusat dan kemudian mengirimkannya ke otot-otot yang terlibat dalam gerakan.
Fisioterapis Core Concepts, Ernie Goh, mengatakan bahwa kram otot disebabkan oleh “neuron motorik bawah yang memiliki pelepasan saraf yang hiperaktif, berfrekuensi tinggi, dan tidak disengaja.”
Kendati demikian, Zachary Poon Qi Jing, seorang fisioterapis senior di Rumah Sakit Umum Sengkang di Singapura, menyampaikan bahwa para ahli tidak sepenuhnya yakin mengapa beberapa orang sehat mengalami kram otot dan yang lainnya tidak.
Sifat kram kaki yang spontan membuat pengamatan dan penelitian mengenai masalah ini sulit dilakukan.
Namun, Poon menyatakan bahwa dua hipotesis utama untuk kram otot kaki adalah kelelahan otot dan ketidakseimbangan elektrolit.
Dia juga mengemukakan bahwa mekanisme di balik kram pada malam hari berbeda dengan kram yang terjadi pada siang hari, seperti kelelahan otot dan ketidakseimbangan elektrolit akibat aktivitas.
“Hipotesis utama untuk kram otot di malam hari adalah transisi dari tidur gerakan mata cepat (REM) ke tidur non-REM,” katanya.
“Selama tidur REM, hipotesisnya bahwa kita memiliki tonus otot yang rendah (ketegangan pada otot saat istirahat) dan selama fase transisi ke tidur non-REM, peningkatan tonus otot secara tiba-tiba dapat mengakibatkan kram otot,” kata Poon.
Ia menjelaskan bahwa usia juga tampaknya berpengaruh, karena orang yang lebih tua lebih mungkin mengalami masalah sistem saraf dan metabolisme serta lebih mungkin mengonsumsi banyak obat, semua faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan kram otot.
Namun, Dr. Ang mengatakan bahwa pengamatannya menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia, massa otot seringkali berkurang, dan kemampuan otot untuk menanggapi sinyal saraf juga berkurang.
“Selain itu, orang dewasa yang lebih tua sering kali memiliki sirkulasi yang lebih buruk dan mungkin mengalami penurunan fleksibilitas dan tingkat hidrasi, yang semuanya berkontribusi terhadap kram yang lebih sering terjadi,” katanya.
Hasil penelitian, kata Goh, menunjukkan bahwa tidak ada metode pengobatan khusus yang disarankan untuk mengatasi kram otot.
“Namun, kami biasanya memaksakan peregangan berkelanjutan pada otot yang terkena untuk menghentikan kontraksi yang tidak disengaja. Biasanya, jika kram disebabkan oleh kelelahan, Anda harus menghentikan aktivitas dan beristirahat sejenak,” katanya.
Poon menyarankan peregangan otot yang kram ke arah yang berlawanan. Misalnya, jika betis yang kram memaksa kaki ke posisi jinjit, maka tarik kaki kembali ke posisi jari kaki.
Dr. Ang juga mengatakan bahwa menggunakan panas dapat membantu mengendurkan otot, dan mengompres otot dengan es secara teratur dapat mengurangi rasa sakit.
Goh mengatakan bahwa mengisi kembali elektrolit tubuh dengan makan pisang untuk memenuhi asupan kalium atau minum minuman isotonik juga dapat membantu.
Kekurangan mineral seperti kalium, magnesium, dan kalsium dapat mempengaruhi fungsi otot dan berkontribusi pada terjadinya kram.
Poon mengatakan kram otot tidak merusak otot atau struktur di sekitarnya meskipun terasa nyeri dan tidak nyaman.
“Sensasi kaku, nyeri, terbakar, atau bahkan kesemutan setelah kram mereda merupakan akibat dari kurangnya aliran darah ke area tersebut, yang menyebabkan titik pemicu atau simpul pada otot,” kata Goh.
Jika kram otot sering terjadi dan mengganggu tidur, sebaiknya konsultasikan dengan dokter untuk mencari penyebab yang lebih spesifik.
Sumber Antaranews